Lampung- Dunia politik pasti selalu dinamis. Dinamika itu tergambar dalam perubahan sikap para pelaku yang memperebutkan kekuasaan. Kekuasaan itulah yang nantinya akan mempengaruhi kebijakan
Aktivitas politik itu para pelaku yang terlibat pun menggambarkan perubahan sikap, atau perasaan seseorang terhadap sesuatu dalam berpolitik menjadi fenomena yang dianggap lazim.
Dari awalnya tidak suka atau benci menjadi suka atau cinta. Fenomena ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti perubahan kebijakan, pendekatan yang lebih persuasif, atau pengalaman pribadi yang mengubah persepsi seseorang.
Ada beberapa kemungkinan alasan perubahan seseorang yang dulunya benci sekarang menjadi cinta, seperti fenomena yang terjadi di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.
Dalam pemilihan Pilkada Pesawaran yang digelar pada tanggal 27 November 2024 yang lalu, banyak orang yang saling menghujat bahkan tidak tau mana lawan mana kawan. Banyak yang saling berlomba-lomba menjadi tim sukses untuk masing-masing calon, agar calon yang mereka jagokan duduk di kursi singgasana.
Tapi itu lah politik, mempunyai seni yang berbeda dengan yang lainnya, dari sebelumnya benci menjadi cinta setengah mati, tidak sedikit gara-gara beda pilihan banyak orang saling menghujat dan saling menjatuhkan. Tidak kenal itu lawan atau kawan bahkan saudara kandung pun saling menghujat demi tercapainya kemenangan calon yang mereka dukung.
Menurut para pakar, sering kali menggambarkan politik sebagai arena yang kejam dan tanpa belas kasihan. Beberapa alasan yang mendasari pandangan ini antara lain, persaingan kekuasaan politik melibatkan persaingan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, yang dapat menyebabkan individu atau kelompok menggunakan taktik tidak etis atau merugikan orang lain.
Konflik dan pertentangan perbedaan pendapat dan kepentingan dapat memicu konflik dan pertentangan, menciptakan suasana politik yang keras dan kadang-kadang kejam.
Seperti suhu Politik di Kabupaten Pesawaran semakin panas menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang akan digelar pada tanggal 24 Mei mendatang, setelah calon bupati terpilih didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak memiliki Ijazah SMA atau sederajat.
Perasaan suka atau benci dapat berubah seiring waktu karena faktor emosi, seperti empati atau kesan pribadi yang lebih positif. Dalam politik, perubahan sikap ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk komunikasi politik, kebijakan publik, dan dinamika sosial.
Gelombang demokrasi yang terjadi di Kabupaten Pesawaran berbagai kampanye digital telah menggeser paradigma publik terhadap politik. Perlahan menjadi ajang permusuhan. Hal ini didasari atas perbedaan pilihan. Perbedaan pandangan terus diinjeksi menjadi kebencian. Sehingga, warna-warni pilkada menjadi ajang permusuhan antar sesama.
Dalam pelaksanaan PSU mendatang yang akan digelar pada tanggal 24 mei, berbagai isu telah dipaparkan di ruang publik untuk menarik atensi publik. Bahkan kampanye kotor seperti isu Suku, Agama, Ras dan antar Golongan atau SARA tidak luput dari menu politik. Isu SARA merupakan bagian dari politik kotor yang akan menciderai proses politik lokal. Bagaimanapun, isu-isu tersebut tidak hanya melegitimasi calon kepala daerah. Namun berpotensi terjadi konflik horizontal di aras lokal.
Untuk membentuk demokrasi lokal yang berkualitas, partisipasi parpol dibutuhkan perannya, Ketua tim pemenangan masing masing calon agar memberikan edukasi para pendukung calon untuk tidak melakukan praktik politik kebencian, politik kotor, dan juga politik uang, dan isu SARA.
Memang berpolitik tidak ada yang abadi, dalam mendukung calon dalam kontestasi pilkada yang ada di Kabupaten Pesawaran, hari ini benci sekarang cinta, dalam berpolitik itu Sah-sah saja, tabik pun. (**)